Friday 6 June 2014


Dokter Siloam Hospital Itu Ternyata Bohong

Sengaja saya menulis terbuka di sini dan dengan jelas menuliskan nama sebuah rumah sakit besar dan terkenal di Semanggi, Siloam Hospitals. Sebenarnya kisah ini sudah cukup lama terpendam dan beredar menjadi bahan pembicaraan, tapi dari pada jadi unek-unek yang menyiksa hati ini, saya putuskan untuk menuliskan secara terbuka di sini. Ini adalah kisah nyata sebagai salah seorang pasien di RS yang cukup besar dan punya reputasi bagus di Semanggi. Biar tidak terjadi salah paham dan berujung hal yang kurang bagus seperti kasus Prita, saya sangat menyarankan untuk membaca keseluruhan tulisan ini, jangan diambil sepotong-sepotong apalagi memunculkan interpretasi sendiri.

Kisah ini berawal dari seorang pasien yang datang ke RS karna kecelakaan, kita sebut saja nama nya dengan inisial “Budiman”. “Ternyata Narkoba Lebih Bermanfaat daripada Rokok“. Dan memang unek-unek yang mengganjal hati ini berawal dari kejadian tersebut. Kecelakaan yang di alami menyebabkan Budiman harus menjalani opname beberapa hari di RS ini dan menjalani beberapa kali operasi. 

Dokter yang menangani Budiman bernama dr. Poetranto Hari Nugroho, Sp.OT, seorang dokter spesialis ortopedi. Budiman biasa panggil beliau dokter Hari dan kebetulan beliau adalah ayah dari teman sekolah anak nya yang besar. Sengaja juga saya sebut nama sang dokter biar tulisan ini menjadi transparan karena tulisan berikut menyangkut tindakan dan kinerja pak dokter tersebut.

Di bawah penanganan dokter Hari, diskusi panjang lebar tentang perkembangan kondisi Budiman menjadi menarik karena pak dokter sangat enak menjelaskan berbagai hal yang menjadi pertanyaan Budiman. Budiman pun sangat percaya dengan kinerja professional dan pengalaman pak dokter sebagai seorang spesialis. Memang efek dari kecelakaan yang menimpa Budiman kali ini merupakan yang paling parah dibanding beberapa kali insiden yang pernah Budiman alami yang kalau dilihat dari kejadiannya “seharusnya” berefek lebih parah daripada kecelakaan kali ini kata Budiman.

Satu hal yang saya tuliskan sebagai “kebohongan” dari penjelasan sang dokter adalah sebuah pertanyaan Budiman pada suatu sesi diskusi mengenai perkembangan tangan kiri yang mengalami disposisi pada tulang pergelangan sehingga harus menjalani beberapa kali terapi. Budiman memastikan ke dokter Hari dengan bertanya, “Setelah operasi ini, apakah saya akan bisa memetik gitar dengan bagus dan menyanyikan lagu-lagu favorit saya Pak Dokter?”

Dengan yakin dan mantap pak dokter menjawab dan berkata,“Ya, tentu saja. Kamu akan bisa memetik gitar kesayangan dan menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan baik. Tentu saja harus bertahap dan mengikuti treatment untuk therapy lebih lanjut ya?”
Cukup gembira dan lega hati Budiman mendengar pernyataan dokter Hari yang cukup meyakinkan dan saya juga percaya terhadap kapabilitas pak dokter yang profesional, bukan hanya berbicara dalam konteks memberikan “angin surga” saja kepada pasiennya. Dengan penuh keseriusan, Budiman dengan tekun menjalani therapy lanjutan pasca operasi. Prosesi fisioterapi yang sungguh menyakitkan saya jalani dengan sepenuh hati, meski diiringi teriakan kesakitan ketika sesi therapy yang dipandu dengan sabar oleh suster. 

Selama sebulan Budiman  menjalani therapy dengan teratur dan menunjukkan hasil yang positif dan akhirnya tangan kiri Budiman bisa berfungsi sempurna seperti sedia kala.
Sangat lega rasanya ketika sudah menyelesaikan rentetan aktivitas fisioterapi ini. Dan tiba waktunya Budiman membuktikan omongan pak dokter bahwa Budiman akan bisa memetik gitar kesayangan dengan bagus dan menyanyikan lagu-lagu favorit nya. Dengan tidak sabar Budiman langsung ambil gitar kesayangan yang sudah lama menggantung berdebu tidak tersentuh lagi dan coba menekan grip dan memetik senarnya. Sungguh prosesi awal yang sama sakitnya seperti waktu therapy ketika tangan kiri ini coba menggenggam batang gitar kata Budiman. Tapi setelah beberapa saat, setelah otot mengendur dan bisa menyesuaikan, rasa sakit perlahan mulai berkurang, membuat hati ini cukup lega.

Kemudian coba memetik senar memainkan lagu-lagu favorit dengan penuh semangat ditemani istri tercinta nya di samping menjadi saksi sejarah bahwa Budiman akan bisa memainkan gitar kesayangan ini dengan bagus dan bersama-sama menyanyikan lagu favorit mereka “Best I Ever Had” garapan Vertical Horizon. Dengan penuh semangat coba memainkan setiap nada, tapi yang keluar malah jadi suara kaleng rombeng tidak karuan. Berkali-kali dicoba dengan sepenuh hati dan segenap perasaan, tetap saja tidak membuahkan hasil sebuah alunan gitar yang bagus.

“Teganya dokter Hari berbohong”, kata Budiman dengan lirih akhirnya Budiman hanya bisa pasrah memeluk gitar kesayangan nya dengan mata yang sedikit basah. Setelah semua prosesi Budiman jalani sesuai petunjuk pak dokter dengan segala macam bentuk pengorbanan, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Hampir saja Budiman putus asa dan beniat membanting gitar yang ada di tangan nya, kalau saja tidak dicegah oleh tangan halus istri tercinta nya.

Dengan lembut berbisik ke telinga, “Pa, sudahlah…memang dari dulu Papa kan tidak berbakat musik. Malah lagu yang Papa mainkan barusan jauh lebih merdu daripada pas dulu kita nyanyikan saat-saat pacaran“.

“Jadi…yang barusan itu lebih bagus ya..? Jadi…dokter Hari tidak bohong donk..kan emang Papa dari dulu kagak bener kalau mainin gitar…cuman genjrang genjreng ajah.. -_- masak setelah operasi bisa selevel ama Joe Satriani. Kalau bener gitu baru tu pak dokter bohong besar…” :)

Kalau begitu… Lanjooottt….jreng…jreng….!!! *:nyengir


*catatan kaki :
- cerita ini terinspirasi dari kisah nyata
- nama orang dan tempat adalah nyata
- kisahnya jauh dari kenyataan *:nyengir lagi


0 komentar:

Post a Comment

Leonardo. Powered by Blogger.